KERUGIAN BAGI ORANG
PEMALAS
Setiap manusia pasti pernah merasakan malas, dari balita
sampai manula, dari wanita sampai pria, dari Jakarta sampai Surabaya, bahkan
sampai Jayapura. Memiliki rasa malas berbeda dengan sifat malas. Ketika kita
merasa malas mandi misalnya, memiliki rasa itu adalah hal yang wajar karena
sifatnya temporary atau sementara dan biasanya terjadi karena suasana hati
sedang tidak mood, dan itu sah-sah saja. Nah, yang bahaya adalah jika kita
memiliki sifat malas, kenapa bahaya? karena sifat berarti itu sudah menjadi
karakter yang mana pada awalnya karakter itu dibentuk dari kebiasaan yang terus
diulang-ulang yang akhirnya menjadi sebuah sifat yang melekat pada diri kita.
Sifat malas bisa membawa kita pada sebuah kegagalan dalam menjalani kehidupan ini. Lebih parah lagi sifat malas ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan baik fisik maupun mental kita. Jika Anda memiliki sifat malas, maka mulai dari sekarang Anda harus berhati-hati dan memperbaikii sifat anda tersebut secara perlahan, langkah demi langkah agar Anda menjadi seorang pribadi yang energic, percaya diri, memiliki motivasi hidup yang tinggi, dan sebagainya. Kalau Anda saat ini sedang malas, maka cepatlah sadar dan motivasi diri sendiri agar tidak berlarut-larut, karena jika terus dibiarkan bisa-bisa menjadi sebuah karakter yang mendarah daging kemana pun anda pergi dan atau apapun yang anda perbuat. Karena anda tahu malas tidak membuat anda bebas dari tagihan-tagihan bulanan Anda.
Sifat malas bisa membawa kita pada sebuah kegagalan dalam menjalani kehidupan ini. Lebih parah lagi sifat malas ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan baik fisik maupun mental kita. Jika Anda memiliki sifat malas, maka mulai dari sekarang Anda harus berhati-hati dan memperbaikii sifat anda tersebut secara perlahan, langkah demi langkah agar Anda menjadi seorang pribadi yang energic, percaya diri, memiliki motivasi hidup yang tinggi, dan sebagainya. Kalau Anda saat ini sedang malas, maka cepatlah sadar dan motivasi diri sendiri agar tidak berlarut-larut, karena jika terus dibiarkan bisa-bisa menjadi sebuah karakter yang mendarah daging kemana pun anda pergi dan atau apapun yang anda perbuat. Karena anda tahu malas tidak membuat anda bebas dari tagihan-tagihan bulanan Anda.
Dari beberapa artikel yang Mamen baca di internet tentang malas ternyata malas itu sangat bahaya sekali bagi diri kita, maka pada kesempatan kali ini Mamen akan sharing dengan kamu 7 bahaya dan kerugian memiliki sifat malas:
- Musuh Terbesar. Yah, sebenarnya musuh terbesar kita dalam hidup ini bukanlah orang lain, melainkan diri kita sendiri. Mungkin dengan enteng kita bisa mematahkan musuh kita dan membuatnya tersungkur, tetapi menaklukan diri sendiri terutama dari sifat buruk seperti memiliki sifat malas misalnya, adalah merupakan hal yang sangat sulit untuk ditaklukan. Musuh berarti seseorang yang akan membuat kita celaka, nah berarti ketika kita memelihara sifat malas berarti kita telah membiarkan diri kita dicelakai oleh diri sendiri.
- Kebingungan. Jika kita malas, maka kita berada dalam sebuah posisi ketidakjelasan yang berujung pada kebingungan dan kebimbangan. Seorang pemalas tidak tahu apa sebenarnya tujuan hidup dia didunia ini. Seolah kehilangan arah mau kemana langkah-langkah nya dia bawa, dia bingung tugas dia hidup di dunia ini untuk apa. Jika ini terus dibiarkan tentunya ini adalah hal yang sangat berbahaya karena bisa merusak mental pribadi kita.
- Pencuri. Malas dapat mengambil, mencuri dan merampas apapun yang kita miliki. Malas adalah pencuri yang nyata, dia bisa mencuri masa depan kita, mencuri harta benda kita, bahkan mencuri orang-orang yang kita sayangi disekitar kita. Sehingga kita menjadi orang yang kehilangan, benar-benar kehilangan.
- Penyakit. Pemalas memliki sikap mental yang buruk dan sangat lemah, dia tidak akan tahan pada seitiap cobaan hidup yang menerpanya. Karena segala sesuatunya dianggap sulit dan berat. Malas tidak hanya membuat mental kita jadi "O'on" *terbelakang, tetapi juga buruknya pengaruh fisik kita. Yang ujungnya akan membawa penyesailan pada diri kita sendiri.
- Bego. Otak seorang pemalas tidak akan bekerja dengan baik. Pemalas tidak akan merasa tertantang dengan adanya tantangan hidup setiap hari yang dia hadapi, dia cenderung membiarkan dan tidak bertanggung jawab akan fungsi dia hidup dimuka bumi ini. Pemalas memiliki ingatan yang lemah bahkan buruk, karena otaknya jarang dipakai dan dilatih untuk hal-hal yang sifatnya menantang, dia cenderung meremehkan dan mengkritik apapun yang dia lihat tanpa mencobanya sendiri.
- Ingatan lemah. Karena pemalas jarang melatih otaknya, maka ketika dia diajukan sebuah pertanyaan maka dia akan sangat lama menjawabnya, karena otaknya jarang dilatih yang membuat dirinya lebih tua dari usia aslinya.
- Tidak Produktif. Malas tidak membayar tagihan telepon, tidak juga membayar tagihan listrik, dan lain sebagainya. Malas mengarah kepada aspek tidak produktif dan membuang-buang. Malas hanya akan mengundang hal-hal buruk dalam hidup kita. Malas adalah perayu paling ulung yang membawa kita pada sebuah kegagalan hidup.
Yah, sebenarnya malas itu bukanlah sesuatu yang buruk, karena terkadang ketika kita disibukan dengan rutinitas sekali-kali kita juga perlu malas-malasan agar tubuh kita bisa relaks. Tetapi hal ini bisa menjadi sangat berbahaya apabila kita ulang terus menerus yang akhirya akan menjadikan karakter yang melekat pada diri kita dan cuma akan menjadikan kita tidak berarti apa-apa didunia ini, setuju? So, wake up now!!!
Rajinlah!
Jangan Malas!
Lebih sering rehat dan berpangku
tangan, menunda pekerjaan, bekerja tanpa ruh dan kesungguhan adalah gejala
penyakit kaslaan, malas. Dia hanya bersemangat dalam satu hal, yakni
sesuatu yang sesuai dengan selera nafsunya. Tapi sayang, nafsu itu cenderung
kepada keburukan (ammaratun bis suu’), atau paling tidak, menyenangi
hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Berlawanan dengan nasyath
yang bermakna enerjik, rajin, dan beraktivitas dengan penuh kesungguhan.
Nasyath mengandung asumsi rajin dalam menunaikan hal-hal yang mengandung dan
atau mengundang maslahat.
Biang Kerugian Dunia dan Akhirat
Ibnu Hajar al-Asqalalani dalam Fathul Bari, mendefinisikan
sifat malas,
اْلكَسْلُ
تَرْكُ الشَّيْءِ
مَعَ اْلقُدْرَةِ
عَلَى اْلأَخْذِ
فِي عَمَلِهِ
“Malas adalah meninggalkan sesuatu (yang baik) padahal ia
mampu melakukannya.”
Sedangkan al-Aini, penulis Umdatul Qariy Syarh al-Bukhari,
menjelaskan,
وَالْكَسْلُ
هُوَ ضَعْفُ اْلهِمَّةِ
وَإِيْثاَرُ
الرَّاحَةِ
لِلْبَدَنِ
عَلَى التَّعَبِ
“Dan
malas adalah lemahnya kemauan, lebih mengutamakan rehat daripada lelah
bekerja.”
Dari definisi tersebut, telah tersirat hasil buruk yang
bakal diunduh oleh pemalas. Bahkan, karena buruknya efek yang ditimbulkan sifat
malas, Nabi menyuruh kita berlindung kepada Allah dari sifat malas, sebagaimana
yang telah penulis singgung di edisi lalu.
Di mata sahabat Abdullah bin Mas’ud, tak ada pemandangan
yang lebih menyebalkan dari melihat orang malas. Beliau berkata, “Tak ada yang
lebih memberatkan pandangan mataku selain melihat orang yang tidak bekerja
untuk dunianya, tidak pula untuk akhiratnya.”
Sifat malas menjadi penghalang dari banyak sekali maslahat,
baik yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Masa depan pemalas suram di semua
alam yang akan dilaluinya. Seberapa kerugian yang ditimbulkan karena malas
tergantung pada jenis kemaslahatan yang ia malas dalam menjalaninya. Malas
dalam menuntut ilmu menyebabkan kebodohan, malas bekerja menghalangi datangnya
rejeki, malas ibadah menghalangi seseorang dari pahala dan keutamaan.
Tapi, rata-rata penyakit malas itu menular. Malas dalam satu
aktivitas, menyebabkan malas dalam aktivitas yang lain. Bahkan penyakit ini
bisa dengan mudah menular kepada orang lain. Karena tabiat nafsu ingin
berleha-leha dan gampang terpengaruh melihat orang lain berleha-leha.
Penyesalan akibat malas tak hanya diderita di dunia,
orang-orang yang malas kelak akan menyesal, ulahnya itu akan diserupakan dengan
orang yang buruk rupa di dalam kubur, buruk bajunya, busuk baunya, dan datang
dengan membawa kabar buruk. Ia berkata, “Aku adalah amalmu yang buruk, kamu
dahulu berlambat-lambat dalam ketaatan kepada Allah, namun rajin dan bergegas
dalam bermaksiat kepada Allah, Allah akan membalasmu dengan keburukan,”
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya.
Enyahkan Malas dari Kehidupan Kita
Kebiasaan malas banyak disebabkan oleh lingkungan. Berteman
dengan para pemalas, tinggal dalam keluarga dengan kadar etos kerja yang
rendah, atau karena biasa dimanjakan orangtua. Kurangnya penghayatan terhadap
pentingnya suatu tujuan juga menjadi sebab hadirnya rasa malas. Begitupun
dengan akibat buruk sifat malas yang tidak diperhitungkan.
Jika kita ingin kebiasaan buruk ini enyah dari kehidupan
kita, hendaknya kita pikirkan akibat yang akan timbul di kemudian hari. Seorang
ahli bijak berkata, “Jika kamu tak turut menanam benih saat orang lain
menanamnya, niscaya kamu akan menyesal saat melihat mereka panen.” Betapa
banyak orang yang menyesal karena sifat malas ini. Andai dahulu aku rajin
menuntut ilmu, Andai dahulu aku mau bekerja keras, Andai dahulu aku tak
menyia-nyiakan masa mudaku, dan penyesalan lain yang banyak dialami para
pemalas.
Sedikit memaksa diri untuk berbuat, bisa menjadi shock
terapi dari kemalasan. Seorang salaf, Amru bin Qais al-Mala’i berkata, “Jika sampai
di hadapanmu suatu bentuk kebaikan, maka kerjakanlah meskipun berat, niscaya
kelak kamu akan senang menjalaninya.”
Benarlah apa yang beliau katakan. Suatu kemasalahatan,
awalnya berat diterima oleh nafsu. Tapi kesungguhan dan kemauan yang kuat, juga
ketekunan dalam menjalaninya akan mengubahnya menjadi sesuatu yang
menyenangkan. Bahkan jika suatu kali terlewatkan olehnya, ia akan merasa
kecewa. Bukti dan kisah tentang hal ini bisa Anda baca kembali di rubrik ini,
yang berjudul ‘Menikmati Kesungguhan’.
Biasakan pula untuk bergerak cepat dalam setiap aktivitas.
Ada hikmah di balik kebiasaan Nabi yang biasa berjalan dengan cepat. Dari Abu
Hurairah berkata,
وَمَا رَأَيْتُ
أَحَدًا
أَسْرَعَ
فِي مِشْيَتِهِ
مِنْ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
“Dan
tidaklah aku melihat seorangpun yang jalannya lebih cepat dari Rasulullah.”
(HR. Tirmidzi)
Banyak peneliti menyebutkan, bahwa membiasakan berjalan
cepat bisa meningkatkan etos kerja dalam semua aktivitas. Ternyata, kebanyakan
para ulama yang sukses dengan perolehan ilmu di atas rata-rata juga memiliki
kebiasaan cepat dalam berjalan. Al-Hafizh Abu Isma’il al-Anshari menyebutkan,
“Seorang pakar hadits memiliki kebiasaan cepat dalam berjalan, cepat dalam
menulis, dan cepat dalam membaca.”
Berkaca pada kesuksesan orang-orang yang bersemangat juga
menjadi pemicu untuk bekerja keras. Renungkanlah etos yang dimiliki oleh Ibnu
Uqail Rahimahullah, di mana beliau berkata, “Tidak aku halalkan diriku
menyia-nyiakan sesaatpun dari umurku. Meski nantinya lisanku tak bisa lagi
untuk berdiskusi, mataku tak lagi mampu untuk membaca, maka aku akan berdayakan
seluruh pikiranku saat aku berdiam diri dan hanya mampu berbaring di ranjang.”
Bagitulah, rehatnya jasad lantaran sakit atau tua tak
sedikitpun mengundang rasa malas untuk melakukan hal yang bermanfaat. Seperti
juga yang dialami Abu Yusuf, Ya’kub al-Anshari. Ibrahim bin al-Jarah menjenguk
beliau saat sakit. Begitu masuk, ia dapatkan Abu Yusuf tengah pingsan karena
sakitnya. Ketika bangun dan melihat Ibrahim di sampingnya, beliau bertanya,
“Wahai Ibrahim, maukah kamu berdiskusi denganku tentang satu masalah?” “Dalam
keadaan seperti ini?” jawab Ibrahim. Abu Yusuf berkata, “Tidak apa-apa, kita
belajar, semoga kita sukses karenanya.” Lalu keduanya berdiskusi perihal pelaksanaan
haji. Sejurus kemudian, Ibrahim minta ijin undur diri. Tapi belum lagi melewati
pintu keluar, Abu Yusuf telah menghembuskan nafas terakhir.
Tokoh yang lain, Waki’ bin al-Jarah, salah satu guru Imam
asy-Syafi’i tak hanya rajin menggunakan waktu siangnya. Di waktu malam, beliau
belum tidur sebelum menghabiskan bacaan sepertiga al-Quran di hari itu. Setelah
tidur sejenak, beliau bangun untuk shalat malam, lalu istighfar hingga datang
waktu fajar, lalu beliau shalat. Beranikah kita mencobanya?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar